Senin, 05 April 2010

Hidrokoloid Reversibel (Reversible Hydrocolloid)




> Bahan dasarnya berupa agar yang merupakan sulfuric ester dari polimer galaktosa.

> Bahan ini bersifat :
- Thermoplastis
- Fleksibilitas 11% (spesifikasi ADA 4-15%)
- Elastic recovery 98,8% (cukup elastis)
- Compressive strength dan tear strength baik, bila mengalami tegangan singkat.
- Stabilitas dimensi : perubahan minimal pada kelembaban 100% tidak lebih dari 1 jam.
- Deformasi permanen 1% (spesifikasi ANSI/ADA : kurang dari 1,5%)
- Kecermatan baik (limit reproduction 25 µm)
- Penyimpanan harus di dalam kulkas.

> Working time dan setting time dari bahan ini cukup lama.

> Faktor yang mempengaruhi setting time adalah:
- Waktu
- Temperature

> Untuk dapat dicetakan harus dipanaskan terlebih dahulu pada tempat pemanasan khusus sampai cukup plastis. Karena perlu tempat khusus untuk pemanasan pemakaiannya kurang praktis. Apabila terlalu panas karena pemanasan tidak terkontrol akan mengiritasi permukaan yang akan dicetak. Selain itu pemakaian yang berulang dianggap kurang kurang higienes.

> Permukaan hasil cetakan bersih, tajam, dan akurat.

> Daerah-daerah gerong tercetak dengan baik.

> Walaupun sifatnya fleksibel tetapi bila cukup tebal dan pencetakan tidak terlalu lebar, sesudah bahan cetak mengeras dan dilepas, cukup rigid sehingga tidak memerlukan pendukung/pemegang bahan cetak

> Cara pemeliharaan hasil cetakan hidrokoloid reversible :
- Pemberian desinfektan
- Hindari terjadinya sineresis/imbibisi
- Hindari terjadinya distorsi
- Harus segera diisi

> Hidrokoloid sebagai duplicating material :
- Untuk menduplikasi model.
- Dapat digunakan berulang kali.
- Dapat disimpan dalam keadaan sol.

> Hasil cetakan hidrokoloid reversible dianggap gagal apabila :
- Ada distorsi
- Robek
- Hasil cetakan tidak detail
- Dimensi berubah
- Hasil cetakan kasar.
- Lubang kosong dengan bentuk tidak teratur
- Gelembung eksternal


> Proses gelasi

Proses pengerasan hidrokoloid menjadi keras. Perubahan fisik dari sol-gel dan sebaliknya dirangsang oleh perubahan temperatur. Namun, gel tidak bisa diubah menjadi sol pada temperature yang sama ketika padat, perlu pemanasan pada temperature tinggi / temperature liquefaction pada 70-100 . Bahan sol menjadi gel pada suhu 37 C dan 50 C. Temperatur gelasi yang tepat bergantung dari berat molekul, kemurnian agar dan rasio agar terhadap komposisi lainnya. Temperature gelasi penting. Bila terlalu tinggi, panas dari sol dapat melukai jaringan mulut atau bila permukaan sol berubah ke gel begitu berkontak dengan jaringan tekanan permukaan yang tinggi dapat terbentuk. Sebaliknya, bila terlalu di bawah temperature mulut, akan sulit atau tidak mungkin mendinginkan bahan tersebut untuk memperoleh gel yang kuat di dekat jaringan mulut.
Ketidaksamaan temperature antara gelasi dan pencairan gel membuat agar dapat digunakan sebagai bahan cetak. Praktisi dapat mencairkan gel, menempatkannya dalam sendok cetak, mendinginkannya untuk menurunkan temperature sampai dapat diterima pasien, mempertahankan dalam keadaan cair untuk mencetak detail struktur mulut. Segera setelah di dalam mulut, bahan tersebut didinginkan di bawah temperature mulut umntuk menjamin terjadinya proses gelasi. Ada pertimbangan khusus dalam membuat gel terlalu dingin karena rasa dingin membuat pasien tidak nyaman dan cetakan mengalami ekspansi termal begitu dipanaskan sampai temperataur ruangan.


> Mekanisme Pembentukan Gel

Menurut Fardiaz (1989) sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity).
Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Gelasi merupakan fenomena yang melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan silang antar arantai-rantai polimer. Ada tiga teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan gel dan mendapat banyak dukungan dari para ahli kimia koloid, yaitu :

a. Teori adsorpsi pelarut
Teori ini menyatakan bahwa gel terjadi sebagai akibat adsorpsi molekul pelarut olehpartikel terlarut selama pendinginan yaitu dalam bentuk pembesaran molekul akibat pelapisan zat terlarut oleh molekul-molekul pelarut. Pembesaran partikel terjadi terus menerus sehingga molekul zat telarut yang telah membesar bersinggungan dan tumpang tindih melingkari satu sama lain sehingga seluruh system menjadi tetap dan kaku. Adsorpsi zat pelarut akan meningkat dengan makin rendahnya suhu.
b. Teori jaringan tiga dimensi
Teori ini hampir sama dengan teori yang dikemukakan oleh Oakenfull dan Tobolsky. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa-senyawa untuk mengadakan gelasi disebabkan oleh terbentuknya struktur berserat atau terjadinya reaksi di dalam molekul itu sendiri membentuk serat. Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tiga dimensi.
Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan primer dari gugusan fungsional danikatan sekunder yang terdiri dari ikatan hydrogen atau dapat juga terjadi antara gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensi akan menentukan tipe gel yang dihasilkan.

c. Teori orientasi partikel
Teori ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi partikel terlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang tertentu melalui pengaruh gaya dengan jangkauan yang panjang, seperti yang terjadi pada kristal.
Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda tergantung pada jenis bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis dan sifat-sifatnya adalah gel yang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein dan gel yang dibentuk oleh polisakarida.
Kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida. Polisakarida yang memiliki empat tipe struktur yang berbeda yaitu linear, bercabang tunggal, linier berselang, dan tipe semak akan menghasilkan viskositas larutan yang tergantung pada ukuran molekul, bentuk molekul, dan muatannya. Jika molekul memiliki muatan yang dihasilkan dari ionisasi gugus tertentu seperti karboksil, maka pengaruh muatan sangat besar.
Gaya tolak menolak Coulomb dari muatan-muatan negatif yang tersebar sepanjang molekul polisakarida cenderung meluruskan molekul (polimer), yang menghasilkan larutan dengan viskositas tinggi. Polisakarida linier dengan berat molekul yang sama dengan polisakarida tipe semak, akan mempunyai viskositas yang lebih besar dalam larutannya sebab girasi atau perputaran gerak polimer struktur linier meliputi daerah yang lebih luas dan volume yang lebih besar. Hal ini akan menyebabkan gesekan antar molekul lebih mudah terjadi sehingga lebih meningkatkan gaya gesek dan viskositas larutan, dibandingkan dengan polimer yang memiliki tingkat percabangan yang tinggi. Namun hal ini tidak terjadi pada polimer linier yang tidak bermuatan yang cenderung membentuk larutan yang tidak stabil.


> Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel

Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktorfaktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangat kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif lainnya.

a. Pengaruh konsentrasi
Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Pada konsentrasi yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtonian dengan meningkatnya kosentrasi maka sifat alirannya akan berugah menjadi non Newtonian. Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara 1-5% kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan onsentrasi 40% .

b. Pengaruh suhu
Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itu kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian.
c. Pengaruh pH
Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan.

d. Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion selektif.

e. Pengaruh komponen Aktif lainnya
Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang bergabung.